Salah satunya adalah
B.J Habibie, Perjalanan hidup B.J. Habibie merupakan pelajaran hidup seorang
ilmuwan tanah air yang sukses dimata dunia bukan hanya fiktif ataupun rekayasa
melainkan realitas yang nyata dan fakta. Oleh sebab itu pada rubrik ini kita
akan mengetahui, siapakah BJ. Habibie? Bagaimanakah beliau mendapatkan prestasi
yang gemilang dimata dunia? Faktor apakah yang mendasari kesuksesan beliau baik
di Indonesia maupun dirantau?
Bj. Habibie lahir di
Pare-Pare tepatnya provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936 dengan nama
lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti
Marini Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak
kecil beliau telah membangun begron masa depannya yang cemerlang baik dari segi
spiritual maupun intelektual. Belajar, membantu orang tua, mengaji dan shalat
merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah ditinggalkan. Oleh sebab itu,
sejak duduk di bangku sekolah beliau adalah murid yang jenius, ramah, sopan dan
tidak sombong. Sehingga pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika,
fisika, kimia, stereo dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai
yang baik sekali.
Namun sejak 3
September 1950, bapak beliau meninggal karena mengalami serangan jantung ketika
menunaikan shalat Isya’. Dengan perasaan duka yang mendalam R.A Tuti Marini
menadahkan tangan kepada Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi
hari-hari selanjutnya. Setelah beberapa saat setelah kematian suaminya beliau
langsung memutuskan kepada anak laki-laki pertamanya yaitu Habibie untuk pindah
ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya.
Tetapi jauh dari
kehidupan anaknya yang rajin dan tekun belajar, Ny. R.A Tuti Marini tidak
merasa tenang, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Ujung Pandang sekeluarga
untuk transmigrasi ke Bandung dengan menjual rumah dan kendaraannya. Selama
menjadi mahasiswa di ITB Habibie memang banyak tertarik dibidang aeromodeling
atau model pesawat terbang yang ia buat sendiri.
Menjadi Mahasiswa di Aachean
Pada tahun lima
puluhan, belajar diluar negeri masih merupakan hal yang langka, baik dengan
beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. Tetapi Ny. R. A Tuti Marini sudah
bertekad kepada anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan semaksimal
kemampuannya, termasuk keluar negeri B.J. Habibie mendengar sendiri malam
ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung delapan bulan
berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya,
bahwa cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan.
Itulah yang membuat Habibie tidak heran ketika diajak runding ibunya. “Nak,
kamu sudah saya dapatkan beasiswa untuk keluar negeri. Sudah ada izin dari P
dan K, katanya.”
Kebetulan pada suatu
hari ia bertemu dengan Kenkie (Laheru) temannya di ITB. Laheru mengatakan ia
akan pergi ke Jerman melanjutkan pendidikan. B.J. Habibie langsung menyatakan
bahwasannya ia juga berniat, tetapi bagaimana bisa memperoleh izin dan visa ?
Laheru menjawab, sementara ini yang paling penting adalah menghubungi
kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Jakarta.
Beliau langsung
berangkat ke Jakarta dan menemui petugas yang berwenang. Waktu itu beliau
ditanya jurusan apa yang paling dikuasai? Beliau menjawab fisika yang termasuk
jurusan aeronautika atau intruksi pesawat terbang. Ibu beliau mengirim Habibie
keluar negeri dengan alasan, Saya memilih Habibie karena anak itu kelihatan
lebih serius dalam hal belajar. Sampai-sampai dibalik pintupun ia bisa membaca
buku dengan asyiknya. Sebetulnya, adiknya ada yang ingin melanjutkan sekolah ke
luar negeri tapi bagaimana lagi waktu itupun, saya harus melepas seluruh uang
tabungan, dan sebagai janda saya tidak memiliki koneksi, sehingga terpaksa saya
harus berjuang sendiri demi anak.”
Ketika sampai di
Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses,
dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya
sehari-hari. Sebelum berangkat ke Jerman, beliau bertemu Prof. Dr. Muhammad
Yamin selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang waktu itu mengelus-ngelus
kepalanya dan berkata, “Kamu inilah harapan bangsa.” Nasehat tersebut merupakan
ujian yang harus dilalui dengan sukses oleh B .J. Habibie.
Hidup
di Rantau
Beberapa tahun
kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di
sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau
swasta dari pada teman-temannya yang lain
Musim liburan bukan
liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari
uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan
kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak
menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan
uang tanpa mengikuti ujian.
Dalam kelas-kelas yang
diikutinya Habibie kadang-kadang menarik perhatian. Pernah suatu hari Habibie
mengikuti kuliah yang diberikan oleh Prof. Ebner, tetapi karena terlambat
beberapa menit ia masuk ruangan kuliah dengan berhati-hati. Kira-kira setengah
jam kemudian, Prof. Ebner berhenti dan menanyakan kepada mahasiswa apakah ada
yang belum jelas ataupun bertanya. Tiba-tiba beliau angkat bicara dengan
langsung mendebat, sehingga suasana mulai berubah. Dan semakin lama
perdepatanpun semakinseru, sampai akhirnya semua mahasiswa satu persatu
meninggalkan tempat karena makin panjangnya perdebatan.
Disamping aktif
menjadi mahasiswa jurusan aeronik, ternyata kiprah Habibie dalam dunia sosial
sangat bagus, beliau mengadakan seminar PPI yang mengupas masalah pembangunan,
politik, ekonomi serta sosial di Indonesia.pada tahun 1959 dengan penuh
perjuangan dan usaha yang tidak mudah, sehingga beberapa perusahaan beliu
kunjungi untuk meminta dana dari proposal yang beliau buat sendiri. Seminar
tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang
berdomisili di Eropa.
Sementara seminar
terealisasikan, beliau terkapar sakit dan mendekam di klinik universitas Bonn
dikarenakan serangan influenza yang virus-virusnya masuk ke jantung. Sehingga
selama 24 jam, dalam keadaan tidak sadar tiga kali dikembalikan kekamar mayit
dari bangsal biasa. Namun, Allah masih memberikan kesempatan bagi beliau untuk
meneruskan perjuangannya, dan saat sadar beliau menciptakan sajak, yaitu:
Sajak ini, mengisahkan
tekad dan kepasrahannya dalam mengabdi untuk mencapai kemakmuran bangsa bukan
untuk dilihat orang tetapi merupakan kewajiban generasi bangsa baik individu
maupun kelompok.
Memang tekad suci dan
kuat, serta tujuan belajar serta hidup yang suci menjadi dasar kesuksesan beliau
dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar Diploma Ing.,
dengan nilai Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur,
beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api
Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume
besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot
membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia
terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Sedangkan pada tahun
1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summacumlaude
dengan angka rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer
Maschinenwesen Aachean. Belum lagi penemuan beliau tentang pemecahan persoalan
penstabilan konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi oleh Perusahaan HFB
(Hamburger Flugzeugbau) yang kini berubah menjadi MBB (Messerschmitt Bolkow
Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat diselesaikan oleh Habibie dalam waktu
enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut diabadikan oleh berbagai pihak
yang dikenal dengan teori, faktor dan metode Habibie. Kegigihannya dalam
mempertahankan pendapat, baik mengenai program-program penelitian maupun yang
lainnya membuahkan hasil baginya. Sehingga pada tahun 1974, beliau sudah
diangkat menjadi Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB. Amanat tersebut
merupakan jabatan tertinggi yang diduduki oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang
diukir di Jerman bukan kunci keberhasilan dan kejayaan bagi beliau, justru hal
tersebut sebagai sarana dalam mempersiapkan diri jika kelak berada di tanah
air. Pada umur 28 tahun, ketika itu Habibie belum bisa kembali pulang ke
Indonesia justru beliau diberi tugas untuk membina kader-kader bangsa yang
sedang mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya, kader-kader tersebut beliau
berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui prakarsa yang tidak mudah untuk
meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30 orang Indonesia. Saat Habibie
dipanggil untuk pulang ke Indonesia, 30 orang tersebut bersama-sama beliau
kembali ke tanah air guna menjalankan tugas yang diberikan oleh presiden
Suharto.
Kembali
ke tanah air
Presiden Suharto
langsung memberi instruksi kepada B.J. Habibie untuk merintis IPTN. Bermodalkan
semangat dan tekad yang kuat B.J.Habibie berangkat ke luar negeri guna mengajak
industri-industri pesawat terbang lainnya untuk bekerjasama. Di dalam usahanya itu,
tantangan besar siap dihalau. Bahkan tamparan keras dirasakan ketika akan
berunding dengan sebuah industri pesawat terbang di Kanada. Direktur utama
perusahaan menolak untuk bertemu bahkan ketika asisten direktur perusahaan
menerimanya, dengan keras mereka menjawab tidak berminat untuk bekerja sama
dengan Indonesia dan yang perlu dimengerti oleh anda membangun industri pesawat
terbang itu tidak mudah Habibie seharusnya semua mengerti. Dengan kata lain,
bangsa Indonesia tidak akan becus membuat pesawat terbang. Karena itu jangan
bermimpi.
Tidak ada usaha tanpa
hasil didunia ini, akhirnya beliau mendapatkan mitra yaitu CASA Spanyol yang
setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar berbaling-baling ganda.
Kemudian berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau berhasil membuat
persetujuan dengan MBB untuk membuat Helikopter BO-105 dan sebagainya.
Menaiki jenjang karier
di Indonesia banyak prestasi yang beliau raih, diantaranya: memimpin industri
IPTN, guru besar bidang konstruksi pesawat terbang di ITB, menjadi Menteri
Riset dan Teknologi, Wakil Presiden RI, Presiden RI, ketua ICMI (Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia), pemimpin umum The Habibie Center, dan masih
banyak prestasi beliau yang diukir baik nasional maupun Internasional. Beliau
bagaikan mendayung diantara gelombang, kritik positif maupun tidak membangun
tiada henti. Namun apakah kata? Tiada orang yang sempurna didunia ini, maka
tikaman dan hujatan beliau hadapi dengan tenang serta tabah. Salah satunya adalah
B.J Habibie, Perjalanan hidup B.J. Habibie merupakan pelajaran hidup seorang
ilmuwan tanah air yang sukses dimata dunia bukan hanya fiktif ataupun rekayasa
melainkan realitas yang nyata dan fakta. Oleh sebab itu pada rubrik ini kita
akan mengetahui, siapakah BJ. Habibie? Bagaimanakah beliau mendapatkan prestasi
yang gemilang dimata dunia? Faktor apakah yang mendasari kesuksesan beliau baik
di Indonesia maupun dirantau?
Bj. Habibie lahir di
Pare-Pare tepatnya provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936 dengan nama
lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti
Marini Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak
kecil beliau telah membangun begron masa depannya yang cemerlang baik dari segi
spiritual maupun intelektual. Belajar, membantu orang tua, mengaji dan shalat
merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah ditinggalkan. Oleh sebab itu,
sejak duduk di bangku sekolah beliau adalah murid yang jenius, ramah, sopan dan
tidak sombong. Sehingga pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika,
fisika, kimia, stereo dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai
yang baik sekali.
Namun sejak 3
September 1950, bapak beliau meninggal karena mengalami serangan jantung ketika
menunaikan shalat Isya’. Dengan perasaan duka yang mendalam R.A Tuti Marini
menadahkan tangan kepada Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi
hari-hari selanjutnya. Setelah beberapa saat setelah kematian suaminya beliau
langsung memutuskan kepada anak laki-laki pertamanya yaitu Habibie untuk pindah
ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya.
Tetapi jauh dari
kehidupan anaknya yang rajin dan tekun belajar, Ny. R.A Tuti Marini tidak
merasa tenang, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Ujung Pandang sekeluarga
untuk transmigrasi ke Bandung dengan menjual rumah dan kendaraannya. Selama
menjadi mahasiswa di ITB Habibie memang banyak tertarik dibidang aeromodeling
atau model pesawat terbang yang ia buat sendiri.
Menjadi Mahasiswa di Aachean
Pada tahun lima
puluhan, belajar diluar negeri masih merupakan hal yang langka, baik dengan
beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. Tetapi Ny. R. A Tuti Marini sudah
bertekad kepada anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan semaksimal
kemampuannya, termasuk keluar negeri B.J. Habibie mendengar sendiri malam
ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung delapan bulan
berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya,
bahwa cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan.
Itulah yang membuat Habibie tidak heran ketika diajak runding ibunya. “Nak,
kamu sudah saya dapatkan beasiswa untuk keluar negeri. Sudah ada izin dari P
dan K, katanya.”
Kebetulan pada suatu
hari ia bertemu dengan Kenkie (Laheru) temannya di ITB. Laheru mengatakan ia
akan pergi ke Jerman melanjutkan pendidikan. B.J. Habibie langsung menyatakan
bahwasannya ia juga berniat, tetapi bagaimana bisa memperoleh izin dan visa ?
Laheru menjawab, sementara ini yang paling penting adalah menghubungi
kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Jakarta.
Beliau langsung
berangkat ke Jakarta dan menemui petugas yang berwenang. Waktu itu beliau
ditanya jurusan apa yang paling dikuasai? Beliau menjawab fisika yang termasuk
jurusan aeronautika atau intruksi pesawat terbang. Ibu beliau mengirim Habibie
keluar negeri dengan alasan, Saya memilih Habibie karena anak itu kelihatan
lebih serius dalam hal belajar. Sampai-sampai dibalik pintupun ia bisa membaca
buku dengan asyiknya. Sebetulnya, adiknya ada yang ingin melanjutkan sekolah ke
luar negeri tapi bagaimana lagi waktu itupun, saya harus melepas seluruh uang
tabungan, dan sebagai janda saya tidak memiliki koneksi, sehingga terpaksa saya
harus berjuang sendiri demi anak.”
Ketika sampai di
Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses,
dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya
sehari-hari. Sebelum berangkat ke Jerman, beliau bertemu Prof. Dr. Muhammad
Yamin selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang waktu itu mengelus-ngelus
kepalanya dan berkata, “Kamu inilah harapan bangsa.” Nasehat tersebut merupakan
ujian yang harus dilalui dengan sukses oleh B .J. Habibie.
Hidup
di Rantau
Beberapa tahun
kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di
sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau
swasta dari pada teman-temannya yang lain
Musim liburan bukan
liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari
uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan
kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak
menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan
uang tanpa mengikuti ujian.
Dalam kelas-kelas yang
diikutinya Habibie kadang-kadang menarik perhatian. Pernah suatu hari Habibie
mengikuti kuliah yang diberikan oleh Prof. Ebner, tetapi karena terlambat
beberapa menit ia masuk ruangan kuliah dengan berhati-hati. Kira-kira setengah
jam kemudian, Prof. Ebner berhenti dan menanyakan kepada mahasiswa apakah ada
yang belum jelas ataupun bertanya. Tiba-tiba beliau angkat bicara dengan
langsung mendebat, sehingga suasana mulai berubah. Dan semakin lama
perdepatanpun semakinseru, sampai akhirnya semua mahasiswa satu persatu
meninggalkan tempat karena makin panjangnya perdebatan.
Disamping aktif
menjadi mahasiswa jurusan aeronik, ternyata kiprah Habibie dalam dunia sosial
sangat bagus, beliau mengadakan seminar PPI yang mengupas masalah pembangunan,
politik, ekonomi serta sosial di Indonesia.pada tahun 1959 dengan penuh
perjuangan dan usaha yang tidak mudah, sehingga beberapa perusahaan beliu
kunjungi untuk meminta dana dari proposal yang beliau buat sendiri. Seminar
tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi Indonesia yang
berdomisili di Eropa.
Sementara seminar
terealisasikan, beliau terkapar sakit dan mendekam di klinik universitas Bonn
dikarenakan serangan influenza yang virus-virusnya masuk ke jantung. Sehingga
selama 24 jam, dalam keadaan tidak sadar tiga kali dikembalikan kekamar mayit
dari bangsal biasa. Namun, Allah masih memberikan kesempatan bagi beliau untuk
meneruskan perjuangannya, dan saat sadar beliau menciptakan sajak, yaitu:
Sajak ini, mengisahkan
tekad dan kepasrahannya dalam mengabdi untuk mencapai kemakmuran bangsa bukan
untuk dilihat orang tetapi merupakan kewajiban generasi bangsa baik individu
maupun kelompok.
Memang tekad suci dan
kuat, serta tujuan belajar serta hidup yang suci menjadi dasar kesuksesan beliau
dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar Diploma Ing.,
dengan nilai Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur,
beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api
Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume
besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot
membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia
terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Sedangkan pada tahun
1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summacumlaude
dengan angka rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer
Maschinenwesen Aachean. Belum lagi penemuan beliau tentang pemecahan persoalan
penstabilan konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi oleh Perusahaan HFB
(Hamburger Flugzeugbau) yang kini berubah menjadi MBB (Messerschmitt Bolkow
Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat diselesaikan oleh Habibie dalam waktu
enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut diabadikan oleh berbagai pihak
yang dikenal dengan teori, faktor dan metode Habibie. Kegigihannya dalam
mempertahankan pendapat, baik mengenai program-program penelitian maupun yang
lainnya membuahkan hasil baginya. Sehingga pada tahun 1974, beliau sudah
diangkat menjadi Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB. Amanat tersebut
merupakan jabatan tertinggi yang diduduki oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang
diukir di Jerman bukan kunci keberhasilan dan kejayaan bagi beliau, justru hal
tersebut sebagai sarana dalam mempersiapkan diri jika kelak berada di tanah
air. Pada umur 28 tahun, ketika itu Habibie belum bisa kembali pulang ke
Indonesia justru beliau diberi tugas untuk membina kader-kader bangsa yang
sedang mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya, kader-kader tersebut beliau
berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui prakarsa yang tidak mudah untuk
meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30 orang Indonesia. Saat Habibie
dipanggil untuk pulang ke Indonesia, 30 orang tersebut bersama-sama beliau
kembali ke tanah air guna menjalankan tugas yang diberikan oleh presiden
Suharto.
Kembali
ke tanah air
Presiden Suharto
langsung memberi instruksi kepada B.J. Habibie untuk merintis IPTN. Bermodalkan
semangat dan tekad yang kuat B.J.Habibie berangkat ke luar negeri guna mengajak
industri-industri pesawat terbang lainnya untuk bekerjasama. Di dalam usahanya itu,
tantangan besar siap dihalau. Bahkan tamparan keras dirasakan ketika akan
berunding dengan sebuah industri pesawat terbang di Kanada. Direktur utama
perusahaan menolak untuk bertemu bahkan ketika asisten direktur perusahaan
menerimanya, dengan keras mereka menjawab tidak berminat untuk bekerja sama
dengan Indonesia dan yang perlu dimengerti oleh anda membangun industri pesawat
terbang itu tidak mudah Habibie seharusnya semua mengerti. Dengan kata lain,
bangsa Indonesia tidak akan becus membuat pesawat terbang. Karena itu jangan
bermimpi.
Tidak ada usaha tanpa
hasil didunia ini, akhirnya beliau mendapatkan mitra yaitu CASA Spanyol yang
setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar berbaling-baling ganda.
Kemudian berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau berhasil membuat
persetujuan dengan MBB untuk membuat Helikopter BO-105 dan sebagainya.
Menaiki jenjang karier
di Indonesia banyak prestasi yang beliau raih, diantaranya: memimpin industri
IPTN, guru besar bidang konstruksi pesawat terbang di ITB, menjadi Menteri
Riset dan Teknologi, Wakil Presiden RI, Presiden RI, ketua ICMI (Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia), pemimpin umum The Habibie Center, dan masih
banyak prestasi beliau yang diukir baik nasional maupun Internasional. Beliau
bagaikan mendayung diantara gelombang, kritik positif maupun tidak membangun
tiada henti. Namun apakah kata? Tiada orang yang sempurna didunia ini, maka
tikaman dan hujatan beliau hadapi dengan tenang serta tabah.
Alasan
:
Mengapa
B.J Habibie menjadi tokoh sifat kewarganegaraan yang baik? Karena dengan dengan
ketekunannya belajar Ia mempunyai nilai
di atas rata-rata. Dengan prestasinya
yang cemerlang Ia dapat menggapai cita-citanya, dan telah mengharumkan nama bangsa indonesia Ia dapat
bekerja sama dengan CASA Spanyol yang setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar
berbaling-baling ganda. Kemudian berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau
berhasil membuat persetujuan dengan MBB untuk membuat Helikopter BO-105 dan
sebagainya. Tiada orang yang sempurna didunia ini, maka tikaman dan hujatan
beliau hadapi dengan tenang serta tabah.
Dikutip dari,
Buku The True Life of Habibie (Cerita di Balik
Kesuksesan)