I.
DINAMIKA ORGANISASI
Jika
dilihat dari asal katanya, dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang selalu
bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap
keadaan keadaan. Sedangkan organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang
merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai
tujuan bersama
Dengan
demikian dinamika organisasi merupakan sebuah konsep yang menggambarkan proses
kelompok yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan yang selalu berubah-ubah.
Selain
itu dinamika organisasi dapat juga diartikan sebagai suatu kelompok yang
terdiri dari dua atau lebih individu, memiliki hubungan psikologi secara jelas
antara anggota satu dengan yang lain yang dapat berlangsung dalam situasi yang
dialami secara bersama.
Berdasarkan
pernyataan diatas maka dinamika organisasi pada dasarnya merupakan
proses-proses kelompok yang menggambarkan semua hal yang terjadi dalam kelompok
akibat adanya interaksi individu-individu yang ada dalam kelompok itu.
I.1
Fungsi Dinamika Organisasi
Dinamika
organisasi merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang hidup dalam sebuah
kelompok. Fungsi dari dinamika organisasi itu antara lain:
1.
Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam
mengatasi persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain.)
2.
Memudahkan segala pekerjaan.
(Banyak
pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain)
3. Mengatasi
pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan
yang terlalu besar sehingga selesai lebih cepat, efektif dan efesian.
(pekerjaan
besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian)
4.
Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
(setiap
individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama
dalam masyarakat)
Semakin
besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks
keadaannya.
Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur
informasi,
kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas
pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Sebagai
contoh, seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami factor-faktor
apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu
maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar
kelompok.
II.
DINAMIKA KONFLIK
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan di bawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
II.1 Akibat Konflik
Hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
*
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
* keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
* perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci,
saling curiga dll.
* kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
* dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para
pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan
percobaan untuk “memenangkan” konflik.
·
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan
yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
· Tiada
pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
II.2
Contoh Konflik
*
Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
* Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga
timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
* Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik
bersejarah lainnya.
* Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk
konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di
Kazakhstan.
III. JENIS-JENIS
KONFLIK
Ada
lima jenis konflik yaitu;
konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok,
konflik
antar kelompok dan konflik antar organisasi.
1.
Konflik Intrapersonal
Adalah
konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi
bila
pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin
dipenuhi
sekaligus.
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal
sebagai
berikut:
1.
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
2.
Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan
kebutuhan-kebutuhan
itu terlahirkan.
3.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan
tujuan.
4.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi
tujuan-tujuan
yang
diinginkan.
Hal-hal
di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali
menimbulkan
konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak
menyenangkan.
Ada
tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1.
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua
pilihan
yang sama-sama menarik.
2.
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua
pilihan
yang sama menyulitkan.
3.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada
satu
hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.
Konflik Interpersonal
Adalah
pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang
yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik
interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam
perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan
dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses
pencapaian
tujuan organisasi tersebut.
3.
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini
seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan
untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh
kelompok
kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas
kelompok
dimana ia berada.
4.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik
ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
5.
Konflik antara organisasi
Contoh
seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain
dianggap
sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan
persaingan.
Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan
timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih
rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
IV.
SUMBER-SUMBER KONFLIK
Sumber
konflik dalam organisasi dapat ditelusuri melalui :
·
Konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict)
·
Konflik antar individu (Interpersonal conflict)
·
Konflik antar kelompok (Intergroup conflict)
·
Konflik antar individu dengan kelompok.
1.
Konflik dalam diri individu (Intrapersonal
conflict)
Terdiri
dari 2 sumber konflik;
1..
Konflik ini bisa berasal dari dalam diri. Menurut Luthan (2002 : 400), penyebab
dari dalam bisa bersumber dari sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian dari
orang yang bersangkutan.
Selain
itu, penyebab konflik dalam diri adalah apa yang disebut goal conflict. Hal ini
terjadi karena seseorang diperhadapkan pada dua tujuan atau karena harus
membuat keputusan untuk memilih alternative yang terbaik.
2.
Konflik yang bersumber dari luar. Misalnya, tuntutan lingkungan kerja yang
baru, kehilangan kebebasan pribadi, erosi kontak wajah, terus-menerus dipaksa
mempelajari keterampilan kerja baru karena tuntutan pekerjaan, dan terlewatkan
dalam promosi jabatan.
2.
Konflik antar individu (Interpersonal conflict)
Konflik
ini dapat terjadi karena perbedaan latar belakang individu (perbedaan
pendidikan, keahlian, keterampilan, pengalaman kerja, dan nilai hidup),
kemudian karena perbedaan latar belakang sosial (perbedaan budaya, agama, dan
sebagainya), serta perbedaan ciri-ciri pribadi (lemah lembut, kasar, tegas,
plin-plan, agresif, dan sebagainya).
Di
kategori ini, di samping konflik yang bersumber dari latar belakang dan ciri
kepribadian individu, terdapat juga sumber-sumber lain seperti kekurangan
informasi (information deficiency), persaingan dalam perebutan pengaruh,
persaingan dalam memperoleh jabatan, pertentangan kepentingan pribadi (misalnya
perebutan mobil dinas), konflik antar peranan (seperti antara manajer dan
bawahan), melewati batas-batas territorial (letak barang seperti meja yang lewat
batas, atau mobil salah parker), gaya kepemimpinan (misalnya pemimpin yang
kasar yang menyakiti hati banyak orang yang dipimpinnya.
3.
Konflik antar kelompok (Intergroup Conflict)
Dalam
organisasi, terdapat beberapa factor yang menyebabkan konflik.
1.. Perbedaan
dalam tujuan dan prioritas. Setiap sub unit dalam organisasi memiliki tujuan
dan prioritas khusus. Misalnya, dalam hubungan kerja, bagian pemasaran ingin
agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan dengan cara kredit.
Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran harus tunai agar posisi
kekuangan perusahaan tetap stabil.
2.
Saling ketergantungan tugas (task interdependence). Ada yang disebut
ketergantungan berurutan (sequential interdependence), dimana output dari suatu
unit merupakan input dari unit lain. Misalnya, untuk merespon suatu surat
permohonan, kepala bagian masih harus menunggu disposisi dari atasannya. Ada
juga yang disebut ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence),
seperti hubungan antara dokter, rumah sakit dan laboratorium.
3.
Konflik yang disebabkan oleh pembagian sumber daya (resource interdependence).
Antarunit kerja bersaing karena untuk mendapatkan sumber daya yang lebih
(personil, dana, material, peralatan, ruangan, fasilitas computer dan lainnya).
4.
Deskripsi tugas yang tidak jelas. Ini pun akan mengakibatkan konflik. Kekaburan
karena tidak ada guide lines dan policies yang jelas, akan membuat kelompok
lainnya tersinggung karena dilangkahi.
5.
Perbedaan kekuasaan dan status. Biasanya terjadi karena suatu departemen merasa
lebih penting atau memiliki rasa over value ketimbang departemen lainnya.
Departemen yang lainnya pasti akan merasa dilecehkan.
6.
Perbedaan sistim imbalan dan intensif yang diatur per-unit, bukan berdasarkan
tujuan organisasi.
7.
Faktor birokratik (lini-staf), dimana pegawai lini memiliki wewenang dalam
proses pengambilan keputusan sementara staf lebih pada memberikan rekomendasi
atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting, sementara staf merasa
lebih ahli. Ujung-ujungnya konflik.
8.
Sistem komunikasi dan informasi yang terganggu. Kadang, terjadi
misunderstanding di kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima
kurang jelas atau bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
4.
Konflik antara individu dan kelompok..
Konflik
di sini biasanya dipicu oleh beberapa hal, seperti : anggota kelompok yang
tidak dapat memenuhi harapan dan standar kerja, individu yang melanggar norma
yang disepakati, serta individu yang melecehkan atau mempermalukan kelompok.
Ray
Pneuman (dalam Stevanin, 2000 : 134) mengidentifikasi sumber-sumber konflik
antara individu dan kelompok di dalam organisasi. Menurutnya, konflik dapat
berlaku jika ada perbedaan nilai dan keyakinan dari anggota organisasi, tidak
jelasnya struktur organisasi, tidak cermatnya peran dan tanggung jawab
pimpinan, berkembangnya struktur organisasi ke arah yang lebih besar dan luas,
tidak berpadunya gaya kepemimpinan yang dipraktekkan oleh manajer dengan para
karyawan, pimpinan baru yang terlalu cepat diangkat, komunikasi yang kurang
lancar, pertentangan yang tidak terantisipasi oleh pimpinan, para karyawan yang
tidak mau menunjang dan berpartisipasi atau pimpinan baru yang masih mengikuti
pola lama dari pimpinan yang digantikannya yang tidak disukai karyawan.
V.
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Untuk
menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri
sendiri
dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk
menangani
konflik antara lain :
1.
Introspeksi diri
Bagaimana
kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan?
Apa
saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan
sehingga
kita dapat mengukur kekuatan kita.
2.
Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat
penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat
mengidentifikasi
kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan
sikap
mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya
konflik.
Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar
jika
kita melihat konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3.
Identifikasi sumber konflik
Konflik
tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi
sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4.
Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih
yang
tepat.
Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik:
a.
Berkompetisi
Tindakan
ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri diatas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi
saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih
utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang –
kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa
dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa
dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan
kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.
Menghindari konflik
Tindakan
ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut
secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda
konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini.
Menghindari
konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk
mendinginkan
suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang
baik
bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,
ditambah
lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih
memiliki
hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.
Akomodasi
Yaitu
jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri
agar
pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai
self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan
pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan
baik
dengan pihak tersebut..
Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang
utama di sini.
d.
Kompromi
Tindakan
ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal
tersebut
sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama.
Masing-masing
pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk
mendapatkan
situasi menang-menang (win-win solution)
e.
Berkolaborasi
Menciptakan
situasi menang-menag dengan saling bekerja sama.
Pilihan
tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing
tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan
antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
VI.
MOTIVASI
Adalah
dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi
membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan
perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force)
terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi
ada dalam diri manusia terdorong oleh karena adanya :
1.
Keinginan untuk hidup
2.
Keinginan untuk memiliki sesuatu
3.
Keinginan akan kekuasaan
4.
Keinginan akan adanya pengakuan
Sehingga
secara singkat, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan atau keinginan yang
dapat dicapai dengan perilaku tertentu dalam suatu usahanya.
Motivasi
yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan
yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat
motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan
motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.
VII.
TEORI MOTIVASI
Ada
tiga motivasi utama yang sering diajukan, yaitu :
1.
Model Tradisional
sering disebut
model klasik, dicetuskan oleh Frederick Winslow Taylor. Model ini menyatakan
bahwa motivasi pada seseorang hanya dipandang dari sudut pemenuhan kebutuhan
fisik atau biologis saja. Khususnya untuk pekerja hanya dapat dimotivasi dengan
imbalan uang.
2.
Model Human Relation
Diartikan
sebagai model hubungan manusiawi dengan penekanan pada kontak sosial merupakan
kebutuhan bagi manusia yang bekerja dalam suatu organisasi.. Model ini
dicetuskan oleh Elton Mayo sebagai akibat kejenuhan karyawan dalam melakukan
pekerjaan yang sama secara berulang. Elton Mayo menekankan pada pentingnya
pengakuan atau penghargaan terhadap kebutuhan sosial pekerja.
3.
Model Sumberdaya Manusia
Dengan
penekanan pada motivasi tidak hanya oleh masalah pemenuhan
kebutuhan
biologis saja akan tetapi juga kebutuhan mendapatkan kepuasan.
1.
Teori Hierarki Kebutuhan, menurut Maslow didalam diri setiap manusia ada lima
jenjang kebutuhan, yaitu:
- faali (fisiologis)
- Keamanan, keselamatan dan perlindungan
- Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
- Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
- Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, pimpinan
perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan
pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
2.
Teori X dan Y , teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan
bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu
negative (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi
individu, dan yang lain positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi
mendominasi individu.
3.
Teori Motivasi – Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang
mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi..
Dua factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau
factor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari
orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut
pemuas atau motivator yang meliputi:
-
prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
4.
Teori kebutuhan McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)
5.
Teori Harapan – Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu
keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu
tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk
menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar
kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong
ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi
dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
6.
Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang
dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan,
individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi
7.
Teori Penguatan, teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses
motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku
dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses
pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi
TEORI ORGANISASI adalah teori yang
mempelajari kinerja dalam sebuah organisasi, Salah satu kajian teori
organisasi, diantaranya membahas tentang bagaimana sebuah organisasi
menjalankan fungsi dan mengaktualisasikan visi dan misi organisasi tersebut.
Selain itu, dipelajari bagaimana sebuah organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh orang didalamnya maupun lingkungan kerja organisasi tersebut.
Menurut Lubis dah Husein (1987) bahwa teori
organisasi itu adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang membecarakan mekanisme
kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Teori organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari
kerjasama pada setiap individu.
Dalam pembahasan mengenai teori organisasi,
mencakup masalah teori-teori organisasi yang pernah ada dan berlaku beserta
sejarah dan perkembangannya hingga sekarang. Yaitu meliputi teori organisasi
klasik, teori organisasi neoklasik dan teori organisasi modern.
TEORI ORGANISASI KLASIK
Teori klasik (classical theory) kadang-kadang
disebut juga teori tradisional, yang berisi konsep-konsep tentang organisasi
mulai dari tahun seribu delapan ratusan(abad 19) yang mendefinisikan organisasi
sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan,
kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain yang terjadi bila
orang-orang bekerja sama.
Dalam teori ini, organisasi secara umum digambarkan oleh para teoritisi klasik
sebagai sangat tersentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi, serta
memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku tidak mengandung
kreativitas. Teori ini juga berkembang dalam tiga aliran yang dibangun atas
dasar anggapan-anggapan yang sama dan mempunyai efek yang sama, yaitu :
a. Teori birokrasi :
dikemukakan oleh Max
Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism.
b. Teori administrasi :
dikembangkan atas dasar
sumbangan Henry Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan
Reiley dari Amerika.
c. Manajemen ilmiah :
dikembangkan mulai tahun
1900 oleh Frederick Winslow Taylor.
TEORI ORGANISASI NEOKLASIK
Teori neoklasik secara sederhana dikenal sebagai
teori/aliran hubungan manusiawi (The human relation movement). Teori neoklasik
dikembangkan atas dasar teori klasik. Anggapan dasar teori ini adalah
menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu
maupun sebagai bagian kelompok kerjanya, atas dasar anggapan ini maka teori
neoklasik mendefinisikan “suatu organisasi” sebagai sekelompok orang dengan
tujuan bersama. Perkembangan teori neoklasik dimulai dengan inspirasi
percobaan-percobaan yang dilakukan di Howthorne dan dari tulisan Huga
Munsterberg.
Dalam hal pembagian kerja, teori neklasik telah
mengemukaan perlunya hal-hal sebagai berikut:
a. Partiipasi, yaitu melibatkan setiap
orang dalam proses pengambilan keputusan.
b. Perluasan kerja (job enlargement)
sebagai kebalikan dari pola spesialisasi.
c. Manajemen bottom-up yang akan memberikan
kesempatan kepada para yunior untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
manajemen puncak.
TEORI ORGANISASI MODERN
Teori modern
ditandai dengan ahirnya gerakan contingency
yang
dipelopori Herbert Simon,
yang menyatakan bahwa teori organisasi perlu
melebihi prinsip-prinsip yang dangkal dan terlalu
disederhanakan bagi suatu kajian mengenai kondisi yang dibawahnya
dapat diterapkan prinsip yang saling bersaing. Kemudian Katz
dan Robert Kahn dalam bukunya “the social psychology of
organization” mengenalkan perspektif organisasi
sebagai suatu sistem terbuka. Buku tersebut
mendeskripsikan keunggulan-keunggulan perspektif sistem terbuka
untuk menelaah hubungan yang penting dari sebuah organisasi
dengan lingkungannya, dan perlunya organisasi menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang berubah jika organisasi ingin tetap bertahan
Teori modern yang kadang – kadang disebut juga
sebagai analisa system pada organisasi merupakan aliran besar ketiga dalam
teori organisasi dan manajemen. Teori modern melihat bahwa semua unsur
organisasi sebagai satu kesatuan an saling ketergantungan, yang di dalamnya
mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu system tertutup yang berkaitan
dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan system terbuka.
Sumber :