Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik
bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah
kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya.
Dengan
pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia yang antara lain ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermunculan, maka
sangat diperlukan suatu pengawasan terhadap bank-bank tersebut.
Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank sentral memerlukan suatu kontrol
terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan
usaha masing-masing bank.
Kebijakan
perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada dasarnya
adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara
individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Kesehatan atau kondisi keuangan
dan non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik,
pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank (nasabah) serta Bank
Indonesia selaku otoritas pengawasan bank dan pihak lainnya.
Kondisi
bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi
kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan
industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam
akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi bank. Perubahan eksposur risiko
bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko bank yang
selanjutnya berakibat pada kondisi bank secara keseluruhan.
Dasar
hukum mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia yakni :
· Dasar
Hukum I UU No. 10 Thn 1998, Undang-Undang Perbankan.
· Dasar
Hukum II UU No. 3 Thn 2004, Undang-Undang Bank Sentral.
Pengertian Kesehatan
Bank
Menurut Bank
Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat
melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan
aspek likuiditasnya.
Pengertian
Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai dengan Undang– undang RI
No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat
apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan
aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas,
Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
Jadi dapat dikatakan bahwa bank
yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik.
Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara
kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu
kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam
melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan
menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang
baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat
menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup,
menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan
prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi
kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi
berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa
berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan.
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
kesehatan bank
Kesehatan
bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan
akan berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan
dalam laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal. Pihak internal terdiri dari:
a. Pihak manajemen, berkepentingan langsung
dan sangat membutuhkan informasi keuangan untuk tujuan pengendalian
(controlling), pengorganisasian (coordinating) dan perencanaan (planning) suatu
perusahaan.
b. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis
laporan keuangannya pemilik dapat menilai berhasil atau tidaknya manajemen
dalam memimpin perusahaan.
Pihak
eksternal terdiri dari:
a.Investor,
memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangka penentuan kebijakan
penanaman modalnya. Bagi investor yang
penting adalah tingkat imbalan hasil
(return)dari modal yang telah atau akan
ditanam dalam suatu perusahaan
tersebut.
b.
Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit yang
telah
diberikan kepada perusahaan, mereka perlu
mengetahui kinerja keuangan jangka pendek
(likuiditas) dan profitabilitas dari
perusahaan.
c.
Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan juga oleh lembaga yang
lain seperti Statistik.
d.
Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat mereka
bekerja karena sumber penghasilan mereka
bergantung pada perusahaan yang
bersangkutan.
Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian
tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar
didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan
Liquidity). Seiring dengan penerapan risk based supervision, penilaian tingkat
kesehatan juga memerlukan penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan
penyempurnaan sistem penilaian bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity
to market risk atau risiko pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang
diperhitungkan dalam system baru ini nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor
tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank.
Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut
(apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari
satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.
Sebagai
contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank tersebut
modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva
produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat
diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada
waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam
kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan
likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun
secara umum faktor CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot
masing-masing faktor akan berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar
ini, maka penggunaan factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan
antara bank umum dan BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan
BPR ditetapkan sebagai berikut :
Tabel Bobot
CAMEL
No.
|
Faktor
CAMEL
|
Bobot
|
|
Bank Umum
|
BPR
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Permodalan
Kualitas
Aktiva Produktif
Kualitas
Manajemen
Rentabilitas
Likuiditas
|
25%
30%
25%
10%
10%
|
30%
30%
20%
10%
10%
|
Perbedaan
penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot
masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama
tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang
dimaksud dengan penilaian bank adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan
penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan
kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai
faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas
dan likuiditas.
Pada tahap awal
penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi
atas komponen dari masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut
selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap
kesehatan suatu bank.
Selanjutnya,
penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan
dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan
nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan
ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan
bank.
Berdasarkan
kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya
masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang
secara materiil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor.
Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat
tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini
penjelasan metode CAMEL :
1. Capital
Kekurangan modal
merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang.
Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah
karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang
buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai
modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang
saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang
sudah ditanamkan.
Berapa modal
yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru
memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat
ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin
kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya
dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau
yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut
merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut
risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu
bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
2. Assets
Quality
Dalam kondisi
normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain
yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis
aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain,
aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta
asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan,
penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada
transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya
perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang
penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat
tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek
secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki
modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat
saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan
berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian
pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas
aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di Indonesia didasarkan pada dua
rasio yaitu:
1)
Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP
1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio
KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Untuk rasio sebesar 15,5 % atau
lebih diberi nilai kredit 0 dan
- Untuk setiap penurunan 0,15% mulai
dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)
Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang
diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio
KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk
rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai
kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
3. Management
Manajemen atau
pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal
tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian
yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat
menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor
manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan.
Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner
yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan
kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya
dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi,
struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara
itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan
dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional,
risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.
4. Earning
Salah satu
parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank
untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu
mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan
kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu
saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian
didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan
suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada
dua macam, yaitu :
1)
Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio
earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi
nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit
ditambah dengan nilai maksimum 100.
2)
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya
adalah :
Penilaian
earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih
diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah
1 dengan maksimum 100.
5. Liquidity
Penilaian
terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio
Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana
yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah
selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu
yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro,
Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka
waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan
Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat
berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu
rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas
dua maca rasio, yaitu :
1)
Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya
adalah :
Penilaian
likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih
diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai
kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)
Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian
likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi
nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit
ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.
Sumber referensi
:
Hernawa
Rachmanto, “ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE
CAMEL”, UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA, YOGYAKARTA, 2006
http://ejournal.unesa.ac.id/jurnal/jurnal-akuntansi/artikel/288/analisis-tingkat-kesehatan-bank-berdasarkan-metode-camels-dan-metode-rgec