Rabu, 30 April 2014

[22] Sebingkis Senyuman

ketika langit mulai menampakkan wajahya. bagai kata yang terputus di haluan lidah, terasa asam. Langkah setiap tapak menjadi saksi bahwa hidup bukan lah bualan belaka. Ini adalah nyata. Dan selalu menjadi bias saat bising samar-samar di pelupuk mata dan telinga.
Waktu, jangan renggut kebahagiaan yang belum sempurna. Sebab, esok aku masih berharap akan datangnya mentari. Di tiap nafasnya adalah kehidupan. Aku tak ingin ada kata putus asa yang keluar dari tepi bibirnya. Air mata yang mampu berbicara, saat kapan harus berkata dan saat kapan harus berteriak.

Waktu, Biarkanlah kami merampungkan mahligai senyuman yang sedang menanti di dalam ragamu. karena, tinggal akulah yang masih tersisa. Masih mengharap kasih dan sayangmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar